Share

Facebook icon Twitter icon Mail icon
Mengatasi perubahan tata guna lahan di Indonesia - Proyek Daerah Aliran Sungai Leuser Alas-Singkil (LASR)
Mengatasi perubahan tata guna lahan di Indonesia - Proyek Daerah Aliran Sungai Leuser Alas-Singkil (LASR)
News 23 Agu 2023

Mengatasi Perubahan Tata Guna Lahan di Indonesia - Proyek Daerah Aliran Sungai Leuser Alas-Singkil (LASR)

Bacaan 6 menit

Program Daerah Aliran Sungai Leuser Alas–Singkil (LASR) hadir sebagai inisiatif kolaboratif selama tiga tahun yang didanai oleh Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO). Proyek ini dijalankan oleh konsorsium yang terdiri dari Swisscontact, Earthworm Foundation, dan Koltiva, dengan fokus utama pada dua hal, yaitu pemetaan rantai pasok berkelanjutan serta peningkatan kebijakan lokal untuk perencanaan tata guna lahan yang lebih berkelanjutan.

Tujuan utama program ini adalah untuk mengatasi perubahan tata guna lahan dan perambahan lahan gambut di Aceh Singkil, Aceh Tenggara, dan Subulussalam, yang terancam oleh praktik pertanian yang tidak berkelanjutan. 

Pada bulan Mei lalu, Philipp Orga selaku Kepala SECO di Indonesia, bersama perwakilan konsorsium LASR, melakukan kunjungan resmi ke Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil untuk meresmikan program ini.

Ia menekankan bahwa program ini bertujuan untuk mendorong produksi komoditas yang berkelanjutan, menciptakan peluang ekonomi bagi petani, serta mengatasi perubahan iklim. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara mitra publik dan swasta sebagai landasan proyek LASR.

Dalam kunjungan tersebut, delegasi menghadiri peluncuran prorgam yang dihadiri oleh pemerintah daerah dari tiga kabupaten, mitra sektor swasta, media, serta perwakilan masyarakat setempat. Mereka juga mengunjungi dua perusahaan, yaitu PT Samudra Sawit Nabati dan PT Laot Bangko, yang telah menunjukkan komitmen terhadap praktik berkelanjutan.

Delegasi juga mengunjungi SMKN Sultan Daulat, sekolah kejuruan pertanian yang didampingi secara teknis oleh Earthworm Foundation. Dalam kolaborasi ini, kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan pasar, serta peluang magang disediakan bagi siswa di proyek percontohan Earthworm. 

Philip Orga, Kepala SECO di Indonesia sedang memanen labu madu di Sekolah Kejuruan Sultan Daulat

Perjalanan dilanjutkan ke Desa Sepadan, tempat dimana Koltiva mendampingi petani kelapa sawit dalam meningkatkan praktik pertanian mereka serta mempersiapkan sertifikasi Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO). Delegasi juga menyaksikan langsung penggunaan aplikasi FarmCloud, solusi digital dari Koltiva yang menyediakan informasi budidaya sawit berkelanjutan, akses ke ritel sarana produksi pertanian (saprotan) yang berkualitas, hingga peringatan cuaca. Aplikasi ini dikombinasikan dengan dukungan langsung oleh tim Koltiva di lapangan, yang bertujuan membantu petani meningkatkan kesejahteraan sekaligus mengatasi perubahan tata guna lahan di lanskap.

Delegasi juga menyusuri Sungai Lae Soraya dan singgah di Desa Pasir Belo, yang terletak di dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Di sana, mereka berdiskusi langsung dengan pengelola hutan desa, menjelajahi kawasan hutan lindung, dan membahas tantangan dalam perlindungan hutan.

Menyusuri Sungai Lae Soraya

Christina Rini dari Swisscontact menegaskan pentingnya memberi insentif nyata kepada masyarakat untuk pelestarian hutan.

“Mengingat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama, kita harus mengutamakan kebutuhan mereka. Kegagalan dalam menyediakan insentif yang tepat atau sumber pendapatan alternatif yang layak dapat mendorong perambahan hutan. Oleh karena itu, prinsip dasar berikut akan menjadi panduan dalam upaya kolaborasi kita: memastikan kelestarian hutan Indonesia sekaligus melindungi kesejahteraan ekonomi masyarakat.”

Program LASR dalam Aksi

Hutan di lanskap Aceh

Konsorsium LASR bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk menerapkan rencana aksi lanskap yang menyeluruh. Tujuan utamanya adalah menanggulangi akar penyebab perubahan tata guna lahan dengan memberantas praktik yang tidak berkelanjutan dalam rantai pasok dan melindungi kawasan hutan lindung serta lahan gambut.  

Terdapat dua tujuan utama terkait lingkungan dalam program ini. Pertama, pemetaan rantai pasok kelapa sawit dan kakao yang berkelanjutan tengah berlangsung di seluruh lanskap program. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan terhadap risiko hilangnya habitat dan perubahan tata guna lahan, sekaligus membuka peluang insentif harga yang lebih baik bagi produk yang diproduksi secara berkelanjutan.

Kedua, konsorsium juga fokus pada penyusunan kebijakan tingkat kabupaten yang mendukung tata guna lahan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan, khususnya di wilayah-wilayah rawan konversi.

Kasraji Mustari, Manajer Lanskap Aceh di Earthworm Foundation, menegaskan pentingnya upaya kolaboratif dengan petani dalam menangani perubahan tata guna lahan dan perambahan.

“Kami berkerja sama dengan masyarakat untuk menyusun Rencana Tata Guna Lahan Partisipatif (PLUP), sebuah pendekatan yang mendorong kolaborasi antar pihak di suatu desa. Perencanaan ini juga dipastikan selaras dengan rencana aksi lokal serta peraturan pemerintah. Selain itu, kami mendukung petani untuk mengadopsi PLUP dengan mendorong praktik budidaya hortikultura dan meningkatkan produktivitas kelapa sawit. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah mencegah perluasan lahan pertanian baru, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui optimalisasi produktivitas di lahan yang ada."

Peta hutan desa, salah satu tahapan penting dalam pendekatan PLUP Earthworm Foundation

Teknologi pemantauan satelit seperti Starling memainkan peran penting dalam proyek ini untuk memverifikasi hilangnya tutupan hutan, memantau perubahan lahan secara waktu nyata (real-time), dan memperkuat upaya konservasi.

Proyek LASR memperluas jangkauannya dengan mengatasi aspek sosial, termasuk konflik tenurial di 30 desa yang menjadi area fokus. Earthworm Foundation telah melakukan penilaian di desa-desa tersebut yang terletak di Subulussalam serta menyusun rencana intervensi untuk meminimalkan potensi konflik lahan di masa depan. Selain itu, proyek ini bertujuan meningkatkan pendapatan petani kecil, baik dari usaha utama maupun sumber pendapatan alternatif.

Pendekatan LASR dilakukan di dua tingkat. Pertama, melalui pendekatan berbasis yurisdiksi tingkat kabupaten yang mencakup Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara. Kedua, melalui peningkatan produksi berkelanjutan, khususnya di sektor kelapa sawit yang melibatkan perusahaan lokal dan petani kecil.

Proyek LASR ini didanai bersama oleh Pemerintah Swiss melalui SECO, dalam kemitraannya dengan Earthworm Foundation, Swisscontact, dan Koltiva.

Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para mitra yang berkontribusi dalam membangun lanskap berkelanjutan di Aceh:

Hershey, Musim Mas, Givaudan, Clorox, Fuji Oil Asia, Bunge, Colgate-Palmolive, Avril, General Mills, Nestlé, ADM Cares, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, dan Pemerintah Kota Subulussalam.

Topik menarik bagi Anda...

Dari Penebang Menjadi Petani: Perjalanan Transformasi di Riau, Indonesia

One project that transforms cocoa supply chains is Seeds of Change

12 Jun 2025

Memperkuat perlindungan perempuan dan anak di lanskap kelapa sawit Aceh dan Riau, Indonesia