Share

Facebook icon Twitter icon Mail icon
Earthworm Foundation berkolaborasi dengan perusahaan untuk mendorong pertanian berkelanjutan di Indonesia
Earthworm Foundation berkolaborasi dengan perusahaan untuk mendorong pertanian berkelanjutan di Indonesia
News 18 Agu 2023

Memberdayakan Petani di Riau untuk Memperbaiki Praktik Pertanian dan Meningkatkan Hasil Panen

Bacaan 4 menit

Earthworm Foundation, dengan dukungan dari Colgate-Palmolive, Johnson & Johnson, LVMH, Nestlé, PZ Cussons, Reckitt, Target, Walmart Foundation, dan mitra di lapangan, berupaya memperbaiki praktik pertanian para petani di Riau, Indonesia.

Tujuannya adalah membantu mereka meningkatkan hasil panen dan pendapatan, dan juga mendorong adanya mata pencaharian yang lebih berkelanjutan, pelestarian hutan, dan kesejahteraan masyarakat.

Tentang Lanskap Riau

Program di lanskap Riau mencakup sekitar 8,2 juta hektar dan 12 kabupaten. Daerah ini merupakan rumah bagi beberapa habitat unik yang menjadi rumah bagi flora, fauna, dan lahan gambut endemik Sumatra. Di lanskap Riau, sektor pertanian selalu ada, karena sebagian besar tanahnya datar dan cocok untuk tanaman. Oleh karena itu, masyarakat dan perusahaan berbagi lanskap dengan hutan di sekitarnya yang mencakup sekitar 15% dari luas bentang alam. Hutan-hutan ini sebagian besar terfragmentasi dan terletak di dekat pantai timur.

"Visi kami adalah menciptakan model yang meyakinkan, di mana produksi komoditas dengan konservasi hutan, mata pencaharian yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat dapat seimbang," kata Yulia Hardini, Kepala Operasional Indonesia, yang memimpin pekerjaan Earthworm di Indonesia, termasuk Riau.

Tantangan yang Dihadapi Petani di Riau

Sekitar 6,3 juta orang tinggal di 12 kabupaten di lanskap Riau. Meskip terdapat banyak industri kayu pulp dan minyak kelapa sawit di daerah ini, lebih dari 490.000 orang hidup di bawah garis kemiskinan, terutama di Kabupaten Kepulauan Meranti, Rokan Hulu, Pelalawan, dan Kuantan Singigi.

Hampir 40% tenaga kerja terserap di sektor pertanian, perhutanan, dan perikanan. Minyak kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, kopi, pinang, sagu, dan ternak adalah komoditas yang paling umum dibudidayakan oleh petani di sini.

Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terkemuka di dunia. Sayangnya, para petani di sini masih berjuang dengan praktik pengelolaan pertanian.

"Fakta bahwa rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit mentah hanya tiga ton per hektar per tahunnya, jauh lebih rendah dari angka rata-rata di empat ton, memperparah masalah ini," tambah Yulia.

Oleh karena itu, Pemerintah Riau bertujuan menanam kembali lebih dari 26.500 hektar perkebunan kelapa sawit yang menua dan kurang dikelola setiap tahunnya untuk mendorong sektor ini, terutama dengan situasi ekonomi seperti sekarang.

Namun, ancaman hilangnya lebih dari 70% pendapatan bulanan akibat konversi perkebunan kelapa sawit memberatkan petani, yang tidak punya pilihan selain mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Ketika tim Yulia menggali masalah ini, mereka menemukan dua solusi potensial untuk para petani. Opsi pertama melibatkan pengembangan lahan baru di area tanah tak bertuan, yang bisa menjadi area konservasi. Namun, hal ini akan membutuhkan waktu lima tahun hingga pohon baru tumbuh dewasa dan siap panen. Begitu lahan baru produktif, perkebunan lama akan ditebang karena telah melewati usia produktifnya. Masalah deforestasi ini adalah masalah global yang sedang dihadapi dunia, dan hal tersebutlah yang dihadapi Agung, petani dari Surya Indah, Kabupaten Pelalawan. Agung membeli sebidang tanah yang merupakan bagian dari area konservasi dan di dalamnya terdapat lahan gambut, membuat harganya menjadi jauh lebih murah .

Opsi kedua untuk petani yang hanya memiliki satu plot lahan perkebunan kelapa sawit adalah untuk menjual tanah mereka, karena tidak mampu untuk melakukan penanaman kembali yang biayanya cukup tinggi yaitu sebesar Rp120.000.000 per plot (satu plot sekitar dua hektar). Opsi ini menciptakan masalah baru dan memperparah situasi yang sudah sulit bagi para petani.

Penanaman Kembali untuk Masa Depan yang Berkelanjutan: Mendukung Petani dan Masyarakat dengan Opsi Alternatif

Pada paruh kedua tahun 2022, Perseroan Terbatas (PT) Petani Bumi Makmur dibentuk oleh petani kelapa sawit dari tiga kelompok tani. Sejak itu, kemudian berkembang dengan tiga kelompok tani lainnya bergabung dengan koperasi petani. Manajemen koperasi setuju untuk mencoba bertani jagung sebagai pendapatan alternatif mereka, dengan menginvestasikan lebih dari 1 miliar untuk mendukung produksi dan operasional sehari-hari. Earthworm mendukung inisiatif mereka dengan meningkatkan kapasitas mengenai penanaman dan rotasi tanaman, pengelolaan perkebunan, dan pengolahan pascapanen seperti pengeringan, pemipilan, dan pengemasan produk.

Pada akhir tahun 2022, petani yang berkolaborasi dengan Earthworm telah menanam jagung di area seluas 30 hektar.

"Tim di lapangan fokus pada tanaman komersial alternatif untuk para petani, terutama selama fase penanaman kembali, ketika petani tidak memiliki pendapatan dari kelapa sawit, bahkan justru lebih banyak pengeluaran untuk pemeliharaan dan lain-lain," kata Kasmujiono, Manajer Hutan Riau Earthworm.

Menurut Kementerian Pertanian Indonesia, hingga Februari 2022, program penanaman kembali perkebunan kelapa sawit telah mencapai 668.756 hektar, dengan 519.634 hektar di Sumatra. Program ini dimulai pada tahun 2019 dan dijadwalkan berlangsung hingga 2023 dengan target penanaman kembali sebesar 185.000 hektar pada tahun pertama.

Antara tahun 2020 dan 2027, lebih dari 80.000 hektar perkebunan kelapa sawit rakyat akan memasuki penanaman kembali tahap 2.

Ini berarti bahwa lebih dari 50% Masyarakat akan menghadapi masalah yang sama, yaitu tidak memiliki dana untuk menanam kembali. Jika tidak dikelola dengan baik, kemungkinan terjadinya percepatan deforestasi dan munculnya masalah sosial akan meningkat.

Kasmujiono dan timnya menawarkan opsi tanaman komersial, yang dipilih pertimbangan berdasarkan peluang pasar dan kesesuaian dengan kondisi saat ini dari lahan kelapa sawit.

Ternak terbukti menjadi alternatif yang berhasil, karena kompos dari kotoran sapi dapat membantu mengembalikan kesuburan lahan bekas perkebunan kelapa sawit yang kekurangan nutrisi, terutama karbon organik. Sapi juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani, karena dapat dijual atau produk-produknya, seperti susu dapat dipasarkan.

Tanaman lain yang direkomendasikan oleh Earthworm adalah jagung, cabai, dan sayuran (jenis tanaman C-4), yang berkembang dengan baik dalam kondisi lahan kelapa sawit saat ini, kata Kasmujiono. Lahan ini sebagian besar mengandung mineral, tidak pernah tergenang air dan mendapatkan sinar matahari penuh selama lima hingga enam jam setiap hari. Tidak hanya tanaman-tanaman ini lebih mudah tumbuh, tetapi peluang pasarnya di Riau sangat besar. Dengan melakukan diversifikasi tanaman, petani dapat mengembangkan sumber pendapatan baru dan menghindari risiko monokultur.

Untuk meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani, tim lapangan menggunakan berbagai metode, termasuk pelatihan dan dukungan untuk memperbaiki praktik pertanian. Petani mendapatkan pelatihan tentang berbagai topik, seperti manajemen tanah, pengendalian hama, panen, dan pemangkasan. Tema-tema ini dipilih dengan berbagai pertimbangan untuk membantu petani meningkatkan hasil panen dan pendapatan mereka. Sebagai contoh, teknik pemangkasan yang sesuai dapat meningkatkan kualitas tanaman dan memastikan kesehatan tanaman.

"Kami mendapatkan dukungan yang berharga dari Earthworm Foundation dalam menerapkan praktik pertanian yang baik untuk kelapa sawit, terutama dalam hal pengetahuan teknis di bidang pertanian, meskipun sudah menjadi petani selama puluhan tahun," ucap Adi Pranoto, Yono, dan Darno, yang merupakan petani dari Desa Surya Indah, Pelalawan.

Per April 2023, sebanyak 403 petani telah mendapat pembinaan tentang Praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Pranctices atau GAP), dan 70 petani di antaranya menerapkan Praktik Pengelolaan Terbaik (Best Management Practices atau BMP) di kebun mereka. Panen menjadi lebih efisien, limbah berkurang dan jumlah panen yang dapat dijual pun meningkat.

Tim Earthworm juga mendorong petani membentuk perusahaan untuk membantu mereka mengatur bisnis lebih baik. Dengan bekerja sama, mereka lebih mudah mengakses modal dari pemerintah, bank, dan sektor lainnya. Hal ini sangat penting untuk memastikan petani memiliki sumber daya yang diperlukan untuk keberhasilan usaha baru mereka.

Siti, seorang penyuluh pertanian, mengatakan bahwa inisiatif ini telah membantu pekerjaan mereka dan juga menangani ketahanan pangan di daerah tersebut. Jagung untuk pakan ayam yang biasanya dipasok dari Sumatra Barat sekarang dapat diperoleh secara lokal dengan harga yang lebih murah. Siti juga mengundang Dinas Provinsi untuk berkunjung dan memeriksa kualitas jagung yang masih dalam proses analisis.

Seiring berjalannya program, diharapkan lebih banyak petani di wilayah tersebut dan bahkan wilayah tetangga mendapatkan manfaat dari mata pencaharian yang berkelanjutan, di saat yang bersamaan mempromosikan pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

****

Cari tahu lebih lanjut:

Topik menarik bagi Anda...

30 Des 2022

Earthworm Foundation and PT Laot Bangko Speak at Innovation Forum Podcast

29 Nov 2023

Mengatasi tantangan Hak Asasi Manusia di rantai pasok daur ulang di Indonesia