Share

Facebook icon Twitter icon Mail icon
Mengatasi tantangan Hak Asasi Manusia di rantai pasok daur ulang di Indonesia
Mengatasi tantangan Hak Asasi Manusia di rantai pasok daur ulang di Indonesia
News 29 Nov 2023

Mengatasi Tantangan Hak Asasi Manusia di Rantai Pasok Daur Ulang di Indonesia

Bacaan 4-5 menit

Pernahkah Anda bertanya-tanya dari mana kemasan sereal atau susu favorit Anda dibuat? Apakah didaur ulang? Dari mana asalnya? Saat Anda berjalan menyusuri lorong supermarket, banyak pilihan yang tersedia bagi kita sebagai konsumen yang terkadang membingungkan, dan tidak selalu tentang pilihan yang tepat.

Hampir dua juta orang bekerja sebagai pemulung di Indonesia, mengumpulkan dan mendaur ulang plastik, besi, logam, dan kardus. Mereka hidup dalam kondisi memprihantinkan dengan pendapatan rata-rata bulanan Rp1.465.620,79 menurut ISWA, International Solid Waste Association atau Asosiasi Limbah Padat Internasional.

Bahan baku kertas daur ulang

"Harga kertas daur ulang turun. Hanya Rp500 hingga Rp700. Biasanya bisa mencapai Rp1.300 per kilogram. Harganya turun jauh signifikan," kata Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional.

Kurangnya transparansi dan praktik-praktik baik dan etis dalam rantai pasok pengelolaan sampah dan daur ulang, mempersulit upaya untuk memastikan adanya perlakuan yang adil dan kondisi kerja yang baik bagi para pekerja, dan membuat mereka rentan dieksploitasi.

Nestlé, perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia, meningkatkan upaya untuk mendorong kemasan yang berkelanjutan. Visi Nestlé adalah tidak ada kemasan produk mereka yang menjadi sampah atau berakhir di tempat pembuangan sampah atau

Per akhir tahun 2023, 83,5% dari kemasan Nestlé secara global dirancang untuk didaur ulang, mencerminkan dedikasi mereka terhadap praktik berkelanjutan.

Jika kita melihat lebih dekat rantai pasok kertas daur ulang di Indonesia, terungkap reaitas yang kompleks mengenai pemenuhan hak asasi manusia karena ketenagakerjaan yang bersifat informal di rantai pasok ini.

Earthworm Foundation menganalisis hal ini dan menemukan masih adanya permasalahan hak asasi manusia, mengenai pendapatan, keselamatan dan kesehatan kerja, serta pekerja anak dan akses terhadap pendidikan di sektor pengelolaan sampah informal di Indonesia.

Berbagai studi menunjukkan bahwa kegiatan memulung harian yang dilakukan oleh para pekerja informal harus dibayar mahal: risiko kesehatan seperti penyakit kulit, diare, dan masalah pernapasan mengancam kehidupan mereka. Pemulung perempuan, yang sering ditemani oleh anak-anak mereka, menghadapi tantangan tersendiri, berkontribusi terhadap rantai pekerja anak yang harus segera diperhatikan.

Earthworm Foundation bekerja bersama Nestlé, dengan pendekatan proaktif. mengidentifikasi praktik terbaik dan solusi untuk isu hak asasi manusia dan kesejahteraan dalam rantai pasok kertas daur ulang. Ide utamanya adalah untuk mendorong kolaborasi, melampaui upaya-upaya individu dan melibatkan pemerintah, perusahaan, organisasi Masyarakat sipil (OMS), konsumen, dan juga pembeli.

Lokakarya multipihak yang didukung oleh Nestlé dan diselenggarakan oleh Earthworm Foundation, berlangsung di Jakarta pada tanggal 17 Januari 2024. Sekitar 30 perwakilan dari berbagai industri berkumpul untuk berbagi keresahan dan juga praktik terbaik.

Sebuah kelompok yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan berdiskusi mengenai cara menciptakan sistem pengelolaan sampah terpadu dalam forum yang difasilitasi oleh Earthworm Foundation

Maria Clara Bastiani from JARAK an organisation combating child labour in Indonesia, highlighted initiatives to inspire children living in landfills to pursue education, collaborating with universities for support.

"Kami bekerja sama dengan kampus. Kami mengundang anak-anak dan keluarganya untuk mengunjungi kampus dengan harapan dapat menginspirasi mereka agar mereka tahu bagaimana rasanya menjadi mahasiswa. Hal ini untuk tetap menghidupkan impian mereka untuk melanjutkan dan mengejar pendidikan. Para mahasiswa juga mendukung mereka secara mental dan melalui program lainnya yang dilakukan di TPA."

Tundjung Rijanto, Koordinator Bidang Norma Perlindungan Pekerja Perempuan dan Anak dari Kementerian Ketenagakerjaan, berbagi pembelajaran yang didapat dari forum yang ada dan menekankan pentingnya menghubungkan rantai pasok industri daur ulang untuk melindungi pemulung.

"Kami mengapresiasi forum ini, membuka pikiran kami untuk menghubungkan rantai pasok dengan industri daur ulang. Ini merupakan hal baru bagi kami. Kami menyadari bahwa pemulung yang berada di garis depan rantai pasok daur ulang ini harus dilindungi, terutama dalam aspek kesehatan dan keselamatan. Selain itu juga untuk upah standar dan status kerja yang jelas," katanya.

Kolaborasi dan komitmen dari semua pemangku kepentingan adalah kunci untuk melindungi kesejahteraan dan mata pencaharian jutaan orang yang mencari nafkah dengan mengumpulkan sampah, kata Nofri Iswandi, Manajer Proyek dari Earthworm Foundation.


Presentasi oleh peserta forum untuk berbagi ide dan hasil diskusi kelompok mengenai rencana aksi menuju peningkatan pemulihan rantai pasok serat daur ulang

"Pemulung tidak terikat hanya pada satu pengepul; mereka bebas menjualnya kepada siapa pun yang mereka inginkan. Pengepul juga tidak terikat hanya pada satu pabrik kertas, tetapi terhubung dengan banyak pabrik kertas. Hal ini berarti kolaborasi dari pemerintah, pabrik kertas, merek, konverter kertas, hingga tingkat individu dari pemulung harus bersatu dan berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah ini."

Perlu diakui bahwa sudah ada kemajuan dan progres yang telah dicapai, tetapi masih ada jalan panjang, kolaborasi dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan adalah krusial. Manajer Keberlanjutan Nestlé di Indonesia, Maruli Sitompul, menekankan perlunya upaya kolektif dari perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk melakukan upaya yang lebih besar.

"Untuk mempercepat upaya ini, Nestlé memulai dengan menyatukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk bisnis, merek, pemasok, pemerintah, OMS, dan asosiasi, untuk menangani tantangan yang kita hadapi di sektor ini. Untuk selanjutnya, kami mendorong lebih banyak bisnis, baik merek maupun pemasok, untuk bergabung dan bekerja secara kolektif guna menemukan solusi terbaik untuk mengatasi tantangan di seluruh rantai pasok."

Untuk memperkuat upaya memperbaiki hak asasi manusia dan hak pekerja dalam rantai pasok kertas daur ulang, Earthworm Foundation berencana untuk memanfaatkan peluang kolaborasi dengan sektor swasta, publik, pemerintah, serta pemangku kepentingan yang menghadiri lokakarya ini. Aisyah Syafei, Fungsional Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya dari Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga sepakat dengan rencana tindak lanjut tersebut.

"Masukan dari peserta lokakarya merupakan langkah awal yang baik bagi kami untuk membantu sektor informal. Hal ini juga terkait dengan ekonomi sirkular yang sedang kami promosikan untuk melibatkan sektor informal dan industri daur ulang."

Lebih lanjut, untuk memungkinkan kolaborasi dan partisipasi multipihak, Earthworm berencana membentuk kelompok kerja yang menyatukan lembaga pemerintah terkait, pabrik kertas, pengguna kemasan kertas (pembeli), OMS, dan akademisi.

 

****

Berita Terkait:

Bidang Pekerjaan:
Respected workers

Produk:
Pulp & Kertas

Anggota:
Nestlé

Topik menarik bagi Anda...

Sambutan Hari Gajah Sedunia 2024: Memperkasakan Belia, Penjaga untuk Keharmonian Manusia-Gajah di Sabah

30 Des 2022

Earthworm Foundation and PT Laot Bangko Speak at Innovation Forum Podcast

18 Agu 2023

Earthworm Foundation berkolaborasi dengan perusahaan untuk mendorong pertanian berkelanjutan di Indonesia